aku tidak gila tapi mereka bilang aku gila
Minggu, 24 Oktober 2010
Selasa, 06 Juli 2010
Istimewanya Wanita Islam
Kaum feminis bilang susah jadi wanita ISLAM, lihat saja peraturan dibawah ini :
- Wanita auratnya lebih susah dijaga berbanding lelaki.
- Wanita perlu meminta izin dari suaminya apabila mau keluar rumah tetapi tidak sebaliknya.
- Wanita saksinya kurang berbanding lelaki.
- Wanita menerima pusaka kurang dari lelaki.
- Wanita perlu menghadapi kesusahan mengandung dan melahirkan anak.
- Wanita wajib taat kpd suaminya tetapi suami tak perlu taat pd isterinya.
- Talak terletak di tgn suami dan bukan isteri.
- Wanita kurang dlm beribadat karena masalah haid dan nifas yg tak ada pada lelaki.
makanya mereka nggak capek-capeknya berpromosi untuk "MEMERDEKAKAN WANITA ISLAM"..Pernahkah kita lihat sebaliknya (kenyataannya)??
Benda yg mahal harganya akan dijaga dan dibelai serta disimpan ditempat yg teraman dan terbaik. Sudah pasti intan permata tidak akan dibiar terserak bukan?Itulah bandingannya dgn seorg wanita.
- Wanita perlu taat kpd suami tetapi lelaki wajib taat kepada ibunya 3 kali lebih utama dari bapaknya. Bukankah ibu adalah seorang wanita?
- Wanita menerima pusaka kurang dari lelaki tetapi harta itu menjadi milik pribadinya dan tidak perlu diserahkan kepada suaminya, manakala lelaki menerima pusaka perlu menggunakan hartanya utk isteri dan anak-anak.
- Wanita perlu bersusah payah mengandung dan melahirkan anak, tetapi setiap saat dia didoakan oleh segala makhluk, malaikat dan seluruh makhluk ALLAH di mukabumi ini, dan matinya jika karena melahirkan adalah syahid.Di akhirat kelak, seorang lelaki akan dipertanggungjawabkan terhadap 4 wanita ini: Isterinya, ibunya, anak perempuannya dan saudara perempuannya.
- Manakala seorang wanita pula, tanggungjawab terhadapnya ditanggung oleh 4 org lelaki ini: Suaminya, ayahnya, anak lelakinya dan saudara lelakinya.
- Seorang wanita boleh memasuki pintu Syurga melalui pintu Syurga yg disukainya cukup dgn 4 syarat saja : Sembahyang 5 waktu, puasa di bulan Ramadhan, taat suaminya dan menjaga kehormatannya.
- Seorang lelaki perlu pergi berjihad fisabilillah tetapi wanita jika taat akan suaminya serta menunaikan tanggungjawabnya kepada ALLAH akan turut menerima pahala seperti pahala org pergi berperang fisabilillah tanpa perlu mengangkat senjata.
SUBHANALLAH ... demikian sayangnya ALLAH pada wanita ....
Rabu, 02 Juni 2010
Tamagotchi Version 6
Tamagotchi Version 6 Gets Centre Stage!It's almost every tweens' dream to be a celebrity or a rock star - so with the new Tamagotchi Version 6, kids can now nurture and raise their own music star, by adding a Musolitchi to their Familitchi!
Your Tamagotchi V6 music star auditions in front of a panel of judges, performs on stage in front of all their fans and can even get married to band members.
So what else can your Tamagotchi V6 do?
o Play one of 8 new games and collect points
o Share achievements with 40 new Tamagotchi friends
o Choose between 6 music genreso Collect items and souvenirso Customise your characters
o Create and produce your own musico Compete with other bands
o Upload your tunes and become the #1 staro Hop online to the new Music Star website to send yourMusolitchi to Tama Music School or take them shopping to choose their very own musical instrument
There are 6 different Music stars to collect. Choose from Guitar, Piano, Microphone, Headphones, Stars and Party! And if that's not cool enough, each Tama comes with its own Gotchi Music Charm with an exclusive code you can use at http://www.tamatown.com/
The Tamagotchi Music star, also known as the Tamagotchi Connection Version 6 is the latest Tamagotchi connection feature, V6 allows your tamagotchi form a band and become a music star, your tamagotchi can win awards, go to concerts, perform in front of judges, and lots more.
-Games,
Sing a Song
-This is a memory game, you must copy the tune that you hear, the tones get more difficult throughout the game.
Music notes
-Scroll through notes using button A, and use button B to eliminate the falling notes, you must get 100 points in order to complete the game.Sound block
-Jump from block to block without falling off, but be careful, each block only stays for 3 seconds.
-There are also several connection games, your tamas can play against each other in order to win points.
-There are games you can play with your band,
-Music school (Teens only): To play this game you must press the corissponding button to the music note that appears above each character's head, but be careful, too many mistakes will end the game!
-Music studio (Adults and seniors only): Practice with your band members at the music studio,follow the beats that move across the screen by pressing the correct buttons, press button A for the beat at the top, button B for the middle beat, and button C for the bottom beat, but be careful, too many mistakes will end the game!
-There are also two special games that you can play to earn gotchi points:
-Cake shop (adult and senior only):The correct cake is displayed in the upper right hand corner and you can grab the cake if you time it right, press button B to move the claw down.
-Fruit Harvest (adult and senior stage only):You can earn gotchi points by working part time. Use button A and C to move the box from left to right. Match the fruit in their correct boxes
Kamis, 21 Januari 2010
Perempuan dalam Film
(Dikutip dari : blog, dian sastro)
Perempuan dan Film
oleh Dian Sastrowardoyo
Sebagai seorang perempuan saya menyadari betapa dekatnya saya dengan film. Bukan hanya sebagai pekerja film, tetapi juga sebagai penikmat film sebagai oksigen hidup saya. Bagi saya, banyak sekali fase dalam kehidupan seorang perempuan yang bisa dirayakan dengan menyaksikan sebuah film. Saat saya tengah ’down tempo’ (ini terminologi yang saya gunakan bersama teman-teman ketika kami memerlukan ’asupan semangat’) misalnya, saya pasti menghabiskan waktu luang saya untuk menyaksikan sederet feel good movie bersama teman-teman saya. Inilah serangkaian film yang memang dibuat untuk pasar penonton perempuan yang sedang merasa perlu diingatkan bahwa mereka pasti bisa melalui semuanya.
Serangkaian judul film yang pernah menjadi menu girls movie night kami antara lain adalah: The Sweetest Thing (Roger Kumble, 2002 ), Shop Girl (anand tucker 2005,) Sex And The City (Michael Patrick King, 2008) bahkan Charlie’s Angels : the movie, (McG 2000). Walaupun itu adalah film-film ringan, namun cukup efektif untuk membuat kami lebih optimistis saat membaca credit tittle di penghujung film. Saya menyadari bahwa film ternyata kini telah berubah fungsinya menjadi salah satu alat bertahan, survival essentials, untuk seseorang individu. Tidak hanya perempuan, tetapi para lelaki (terutama mereka yang masih lajang dan memiliki banyak waktu untuk dihabiskan sendirian) berupaya mempertahankan kewarasannya di tengah riuh rendahnya hidup hanya dengan bermodalkan stok koleksi dvd di kediamannya. Dengan kata lain, film menjadi sebuah eskapisme dari kerutinan sehari-hari yang mendera, yang kelak menciptakan sebuah renungan tentang hidup.
Namun, selain pengisi jiwa, di dunia industri, film juga memiliki pengaruh yang luar biasa. Jika kita meneropong gaya hidup perempuan melintasi masa misalnya, film dapat menjadi sumber yang sangat mudah untuk dijadikan referensi. Dari perspektif perkembangan fashion dan gaya hidup, kita sudah bisa menjejerkan beberapa judul film yang berhasil menangkap detail fashion dan gaya hidup yang sangat menarik seperti The Devil Wears Prada (David frankel,2006); Sex & The City (Michael Patrick King, 2008), Marie Antoniette (sofia coppola, 2006), Darlings, pret a porter : ready to wear (robert altman, 1994) dan Annie Hall (Woody Allen, 1977). Film telah menjadi artefak budaya yang selalu menjadi ’teks’, dimana kita di dalamnya, kita ’membaca’ atau memahami lebih jauh mengenai kebudayaan manusia. Dalam hal ini, ’teks’ dalam film kita lihat sebagai isi (content) yang kompleks dari kejadian-kejadian (gambar, kata, bunyi) yang berhubungan satu sama lain didalam sebuah konteks yang bisa menjadi cerita atau narasi. Namun marilah kita coba melihat lebih dalam lagi tentang bagaimana film selama ini mempersepsikan perempuan.
Perempuan sebagai objek di dalam Film
Apa yang kita bayangkan dari film-film seperti James Bond, Scream, I Know What You Did Last Summer, American Pie, Bourne Ultimatum? Film-film ini menggambarkan perempuan dengan keindahan fisik yang luar biasa (yang biasanya jauh sekali dari penampilan perempuan sehari-hari), dengan wajah yang cantik dan tubuh yang sempurna, dan dengan baju dan penampilan yang sengaja memfokuskan pada keindahan tubuh tertentu. Buah dada yang besar, kaki luar biasa jenjang dan rambut bak mayang terurai adalah penampilan dari figur perempuan yang menjadi resep membuat film yang laku di pasaran. Di dalam film, perempuan sering sekali digambarkan sebagai pemanis, penghias, dan tidak memiliki urgensi kepentingan peran apapun terhadap jalan cerita keseluruhan. Mereka muncul sebagai sosok yang perlu diselamatkan atau ditolong. Ini adalah sudut pandang pembuatan film yang sangat patriarkis, atau lebih parah lagi bersifat phallocentric. Film-film ini menggunakan sudut pandang laki-laki. Maksudnya adalah bahwa yang membuat film ini mengandaikan bahwa yang menonton film itu adalah laki-laki semua, atau cerita yang digarap menggunakan cara pikir laki-laki. Yang menarik dalam hal ini adalah: bagaimana penonton film menyaksikan film yang berlogika maskulin, ini berarti membuat perempuan membaca teks yang tidak bisa menggambarkan perempuan secara utuh. Perempuan dilihat hanya sebatas definisi fisiknya saja: memiliki tubuh dengan buah dada, pinggang yang kecil, kaki yang ramping dan rambut panjang. Sementara perempuan sebenarnya jauh lebih plural daripada definisi yang sederhana itu. Ada banyak sekali dimensi kehidupan, karakter dan cara pikir perempuan yang tentunya tidak akan dipahami oleh sang pembuat film yang maskulin itu, karena tentunya mereka tidak pernah mempunyai pengalaman hidup sebagai perempuan.
Yang kurang menguntungkan bagi kita adalah para penonton perempuan saat menonton film sejenis ini menjadi terbiasa membaca diri nya sendiri dengan sudut pandang laki-laki; dari sebuah sudut pandang yang meredusir atau menyederhanakan sosok perempuan. Perempuan hanya didefinisikan dari fisik belaka. Pada gilirannya, kitapun mengukur ke-‘perempuan’an kita sebatas penampilan fisik saja, sehingga kita sebagai kaum perempuan di zaman modern ini jadi terlalu repot dan terlalu sibuk mendefinisikan diri kita sebagai perempuan melalui segi penampilan fisik. Karena kita terlanjur memiliki peikiran bahwa definisi fisik adalahlah satu-satunya definisi yang menjadikan kita perempuan, maka kita terlalu sadar diri (self-conscious) terhadap bentuk tubuh kita(apakah kulit saya cukup normal untuk kulit ‘perempuan’? rambut saya cukup ‘perempuan’? apakah bentuk kaki atau lengan saya cukup ‘perempuan’? apakah buah dada saya cukup ukurannya sehingga cukup ‘sah’ untuk menjadikan saya ‘perempuan’?). Tanpa kita sadari kita terlalu banyak menghabiskan energi, waktu, dan uang demi merawat bahkan memodifikasi bentuk tubuh yang kita miliki. Kita lupa dengan multi dimensi lain yang dimiliki oleh perempuan.
Namun kabar baik bagi para penonton perempuan adalah, saat ini telah lahir sineas perempuan yang memiliki wewenang untuk menentukan isi film yang menggambarkan komplesitas perempuan.
Perempuan yang menciptakan teks tentang perempuan.
Seorang sutradara perempuan, penulis skenario perempuan, produser perempuan memiliki kuasa atau wewenang untuk menciptakan representasi perempuan yang melawan sistem patriarkis. Melalui film-film seperti ini, para penonton perempuan dapat ‘membaca’ teks yang karya sineas perempuan juga. Kita jadi dapat lebih mengerti diri kita sebagai perempuan dengan melihat bagaimana perempuan lain mencoba menulis tentang dirinya atau tentang apa yang dia pahami tentang perempuan, tentunya lengkap dengan berbagai aspek yang multi dimensional akan menjadi seorang perempuan.
Film-film yang mampu berbicara yang lahir dari sineas perempuan adalah The Piano (Jane Campion, 1993), Monster (Patty Jenkins, 2003), Virgin Suicides(Sofia Coppola, 1999), Lost in Translation (Sofia Coppola, 2003), Monalisa Smile (mike newell, 2003) ,Frida (Julie Taymor,2002)
Sementara beruntunglah kita, di Indonesia walaupun dunia film masih tergolong baru lahir, banyak juga tokoh sineas perempuan yang langsung ikut mewarnai menu perfilman nasional: Nan T. Achnas dengan film Pasir Berbisik (2001), Nia Dinata dan kawan-kawan dengan rangkaian film pendek “Perempuan Punya Cerita (2007).
Dengan dosis sehat menonton film perempuan seperti ini, kita jadi tidak terjebak dalam definisi dangkal yang itu-itu saja dalam memaknai diri kita masing-masing sebagai kaum perempuan. Kita juga dapat lebih menghormati ke’perempuan’an kita yang lebih utuh yang lebih lengkap dengan multi dimensi kehidupan kita dengan berbagai peran dan tantangannya. Kita dapat lebih berani menciptakan definisi diri kita sendiri yang lebih independen, tidak lagi bergantung pada peradaban patriarki untuk memberikan definisi mereka yang terbatas untuk menandai kita perempuan, tidak lagi tunduk dengan pendapat yang diberikan dari luar tetapi lebih mandiri untuk menciptakan pendapat dari dalam. Mari kita membebaskan diri dari sistem penandaan maskulin, mari kita ciptakan sendiri logika dan cara berpikir feminin yang bebas dari judgement, dogma, cara pandang yang misoginis.
____
beberapa film unik pilihan Dian Sastrowardoyo untuk dinikmati bersama cocktail & nibbles kegemaran di rumah ;
* The Science of Sleep, Michel Gondry,2006
* Eternal Sunshine of the Spotless Mind Michel Gondry, 2004,
* Little Children, todd field 2006
* Juno, Jason reitman, 2007.ellen page bermain cemerlang, dan script nya yang ditulis oleh Diablo Cody bagus sekali, tidak tendensius
* Persepolis, Vincen paronnaud dan marjane satrapi, 2007, animasi,biography, drama, diangkat dari grafik novel berjudul sama karya marjane satrapi, tentang kisah hidupnya.Poignant coming-of-age story of a precocious and outspoken young Iranian girl that begins during the Islamic Revolution.
* The Darjeeling limited, Wes Anderson 2007 action, comedy, drama pemain owen nilson dan adrien broody
* The fall, tarsem Singh 2006, action, drama, fantasy : anak kecil yg jadi Alexandria ( catinca vutaru) akingnya natural dan fyi Bali menjadi salah satu lokasi syutingnya, menggambarkan panorama keindahan ubud dan tari kecak
* Sideways, Alexander payne, 2004 comedy, drama, romance
* Into the wild. Sean penn 2007
* La vie en rose (la mome) Olivier dahan, 2007, biografi, drama, musical, menceritakan kisah hidup penyanyi legendaries perancis, edit piaf.marrion cotillard memperoleh oscar sebagai artis terbaik dalam film ini
* I’m not there, todd Haynes, 2007 biography drama musical, tentang bob Dylan Ruminations on the life of Bob Dylan, where six characters embody a different aspect of the musician’s life and work. Plotnya sedikit rumit dan melompat-lompat, tapi di sini kita bisa melihat akting cate blancett sebagai bob Dylan
* Berbagi suami, nia dinata 2006, drama. 3 cerita dengan benang merah poligami
* Memories of matsuko (kiraware matsuko no issho), tetsuya nakashima, 2006, drama
* Running with scissors, ryan Murphy 2006, drama
* Rindu kami padaMu, garin Nugroho, 2004, drama, tentang kehidupan di sebuah pasar,
Perempuan dan Film
oleh Dian Sastrowardoyo
Sebagai seorang perempuan saya menyadari betapa dekatnya saya dengan film. Bukan hanya sebagai pekerja film, tetapi juga sebagai penikmat film sebagai oksigen hidup saya. Bagi saya, banyak sekali fase dalam kehidupan seorang perempuan yang bisa dirayakan dengan menyaksikan sebuah film. Saat saya tengah ’down tempo’ (ini terminologi yang saya gunakan bersama teman-teman ketika kami memerlukan ’asupan semangat’) misalnya, saya pasti menghabiskan waktu luang saya untuk menyaksikan sederet feel good movie bersama teman-teman saya. Inilah serangkaian film yang memang dibuat untuk pasar penonton perempuan yang sedang merasa perlu diingatkan bahwa mereka pasti bisa melalui semuanya.
Serangkaian judul film yang pernah menjadi menu girls movie night kami antara lain adalah: The Sweetest Thing (Roger Kumble, 2002 ), Shop Girl (anand tucker 2005,) Sex And The City (Michael Patrick King, 2008) bahkan Charlie’s Angels : the movie, (McG 2000). Walaupun itu adalah film-film ringan, namun cukup efektif untuk membuat kami lebih optimistis saat membaca credit tittle di penghujung film. Saya menyadari bahwa film ternyata kini telah berubah fungsinya menjadi salah satu alat bertahan, survival essentials, untuk seseorang individu. Tidak hanya perempuan, tetapi para lelaki (terutama mereka yang masih lajang dan memiliki banyak waktu untuk dihabiskan sendirian) berupaya mempertahankan kewarasannya di tengah riuh rendahnya hidup hanya dengan bermodalkan stok koleksi dvd di kediamannya. Dengan kata lain, film menjadi sebuah eskapisme dari kerutinan sehari-hari yang mendera, yang kelak menciptakan sebuah renungan tentang hidup.
Namun, selain pengisi jiwa, di dunia industri, film juga memiliki pengaruh yang luar biasa. Jika kita meneropong gaya hidup perempuan melintasi masa misalnya, film dapat menjadi sumber yang sangat mudah untuk dijadikan referensi. Dari perspektif perkembangan fashion dan gaya hidup, kita sudah bisa menjejerkan beberapa judul film yang berhasil menangkap detail fashion dan gaya hidup yang sangat menarik seperti The Devil Wears Prada (David frankel,2006); Sex & The City (Michael Patrick King, 2008), Marie Antoniette (sofia coppola, 2006), Darlings, pret a porter : ready to wear (robert altman, 1994) dan Annie Hall (Woody Allen, 1977). Film telah menjadi artefak budaya yang selalu menjadi ’teks’, dimana kita di dalamnya, kita ’membaca’ atau memahami lebih jauh mengenai kebudayaan manusia. Dalam hal ini, ’teks’ dalam film kita lihat sebagai isi (content) yang kompleks dari kejadian-kejadian (gambar, kata, bunyi) yang berhubungan satu sama lain didalam sebuah konteks yang bisa menjadi cerita atau narasi. Namun marilah kita coba melihat lebih dalam lagi tentang bagaimana film selama ini mempersepsikan perempuan.
Perempuan sebagai objek di dalam Film
Apa yang kita bayangkan dari film-film seperti James Bond, Scream, I Know What You Did Last Summer, American Pie, Bourne Ultimatum? Film-film ini menggambarkan perempuan dengan keindahan fisik yang luar biasa (yang biasanya jauh sekali dari penampilan perempuan sehari-hari), dengan wajah yang cantik dan tubuh yang sempurna, dan dengan baju dan penampilan yang sengaja memfokuskan pada keindahan tubuh tertentu. Buah dada yang besar, kaki luar biasa jenjang dan rambut bak mayang terurai adalah penampilan dari figur perempuan yang menjadi resep membuat film yang laku di pasaran. Di dalam film, perempuan sering sekali digambarkan sebagai pemanis, penghias, dan tidak memiliki urgensi kepentingan peran apapun terhadap jalan cerita keseluruhan. Mereka muncul sebagai sosok yang perlu diselamatkan atau ditolong. Ini adalah sudut pandang pembuatan film yang sangat patriarkis, atau lebih parah lagi bersifat phallocentric. Film-film ini menggunakan sudut pandang laki-laki. Maksudnya adalah bahwa yang membuat film ini mengandaikan bahwa yang menonton film itu adalah laki-laki semua, atau cerita yang digarap menggunakan cara pikir laki-laki. Yang menarik dalam hal ini adalah: bagaimana penonton film menyaksikan film yang berlogika maskulin, ini berarti membuat perempuan membaca teks yang tidak bisa menggambarkan perempuan secara utuh. Perempuan dilihat hanya sebatas definisi fisiknya saja: memiliki tubuh dengan buah dada, pinggang yang kecil, kaki yang ramping dan rambut panjang. Sementara perempuan sebenarnya jauh lebih plural daripada definisi yang sederhana itu. Ada banyak sekali dimensi kehidupan, karakter dan cara pikir perempuan yang tentunya tidak akan dipahami oleh sang pembuat film yang maskulin itu, karena tentunya mereka tidak pernah mempunyai pengalaman hidup sebagai perempuan.
Yang kurang menguntungkan bagi kita adalah para penonton perempuan saat menonton film sejenis ini menjadi terbiasa membaca diri nya sendiri dengan sudut pandang laki-laki; dari sebuah sudut pandang yang meredusir atau menyederhanakan sosok perempuan. Perempuan hanya didefinisikan dari fisik belaka. Pada gilirannya, kitapun mengukur ke-‘perempuan’an kita sebatas penampilan fisik saja, sehingga kita sebagai kaum perempuan di zaman modern ini jadi terlalu repot dan terlalu sibuk mendefinisikan diri kita sebagai perempuan melalui segi penampilan fisik. Karena kita terlanjur memiliki peikiran bahwa definisi fisik adalahlah satu-satunya definisi yang menjadikan kita perempuan, maka kita terlalu sadar diri (self-conscious) terhadap bentuk tubuh kita(apakah kulit saya cukup normal untuk kulit ‘perempuan’? rambut saya cukup ‘perempuan’? apakah bentuk kaki atau lengan saya cukup ‘perempuan’? apakah buah dada saya cukup ukurannya sehingga cukup ‘sah’ untuk menjadikan saya ‘perempuan’?). Tanpa kita sadari kita terlalu banyak menghabiskan energi, waktu, dan uang demi merawat bahkan memodifikasi bentuk tubuh yang kita miliki. Kita lupa dengan multi dimensi lain yang dimiliki oleh perempuan.
Namun kabar baik bagi para penonton perempuan adalah, saat ini telah lahir sineas perempuan yang memiliki wewenang untuk menentukan isi film yang menggambarkan komplesitas perempuan.
Perempuan yang menciptakan teks tentang perempuan.
Seorang sutradara perempuan, penulis skenario perempuan, produser perempuan memiliki kuasa atau wewenang untuk menciptakan representasi perempuan yang melawan sistem patriarkis. Melalui film-film seperti ini, para penonton perempuan dapat ‘membaca’ teks yang karya sineas perempuan juga. Kita jadi dapat lebih mengerti diri kita sebagai perempuan dengan melihat bagaimana perempuan lain mencoba menulis tentang dirinya atau tentang apa yang dia pahami tentang perempuan, tentunya lengkap dengan berbagai aspek yang multi dimensional akan menjadi seorang perempuan.
Film-film yang mampu berbicara yang lahir dari sineas perempuan adalah The Piano (Jane Campion, 1993), Monster (Patty Jenkins, 2003), Virgin Suicides(Sofia Coppola, 1999), Lost in Translation (Sofia Coppola, 2003), Monalisa Smile (mike newell, 2003) ,Frida (Julie Taymor,2002)
Sementara beruntunglah kita, di Indonesia walaupun dunia film masih tergolong baru lahir, banyak juga tokoh sineas perempuan yang langsung ikut mewarnai menu perfilman nasional: Nan T. Achnas dengan film Pasir Berbisik (2001), Nia Dinata dan kawan-kawan dengan rangkaian film pendek “Perempuan Punya Cerita (2007).
Dengan dosis sehat menonton film perempuan seperti ini, kita jadi tidak terjebak dalam definisi dangkal yang itu-itu saja dalam memaknai diri kita masing-masing sebagai kaum perempuan. Kita juga dapat lebih menghormati ke’perempuan’an kita yang lebih utuh yang lebih lengkap dengan multi dimensi kehidupan kita dengan berbagai peran dan tantangannya. Kita dapat lebih berani menciptakan definisi diri kita sendiri yang lebih independen, tidak lagi bergantung pada peradaban patriarki untuk memberikan definisi mereka yang terbatas untuk menandai kita perempuan, tidak lagi tunduk dengan pendapat yang diberikan dari luar tetapi lebih mandiri untuk menciptakan pendapat dari dalam. Mari kita membebaskan diri dari sistem penandaan maskulin, mari kita ciptakan sendiri logika dan cara berpikir feminin yang bebas dari judgement, dogma, cara pandang yang misoginis.
____
beberapa film unik pilihan Dian Sastrowardoyo untuk dinikmati bersama cocktail & nibbles kegemaran di rumah ;
* The Science of Sleep, Michel Gondry,2006
* Eternal Sunshine of the Spotless Mind Michel Gondry, 2004,
* Little Children, todd field 2006
* Juno, Jason reitman, 2007.ellen page bermain cemerlang, dan script nya yang ditulis oleh Diablo Cody bagus sekali, tidak tendensius
* Persepolis, Vincen paronnaud dan marjane satrapi, 2007, animasi,biography, drama, diangkat dari grafik novel berjudul sama karya marjane satrapi, tentang kisah hidupnya.Poignant coming-of-age story of a precocious and outspoken young Iranian girl that begins during the Islamic Revolution.
* The Darjeeling limited, Wes Anderson 2007 action, comedy, drama pemain owen nilson dan adrien broody
* The fall, tarsem Singh 2006, action, drama, fantasy : anak kecil yg jadi Alexandria ( catinca vutaru) akingnya natural dan fyi Bali menjadi salah satu lokasi syutingnya, menggambarkan panorama keindahan ubud dan tari kecak
* Sideways, Alexander payne, 2004 comedy, drama, romance
* Into the wild. Sean penn 2007
* La vie en rose (la mome) Olivier dahan, 2007, biografi, drama, musical, menceritakan kisah hidup penyanyi legendaries perancis, edit piaf.marrion cotillard memperoleh oscar sebagai artis terbaik dalam film ini
* I’m not there, todd Haynes, 2007 biography drama musical, tentang bob Dylan Ruminations on the life of Bob Dylan, where six characters embody a different aspect of the musician’s life and work. Plotnya sedikit rumit dan melompat-lompat, tapi di sini kita bisa melihat akting cate blancett sebagai bob Dylan
* Berbagi suami, nia dinata 2006, drama. 3 cerita dengan benang merah poligami
* Memories of matsuko (kiraware matsuko no issho), tetsuya nakashima, 2006, drama
* Running with scissors, ryan Murphy 2006, drama
* Rindu kami padaMu, garin Nugroho, 2004, drama, tentang kehidupan di sebuah pasar,
Jumat, 14 November 2008
Langganan:
Postingan (Atom)